HALOMEDAN.COM | Prabowonomics: The Greatest Good for The Greatest Many of People
Oleh: Hanief Adrian, pengamat geopolitik dan kebijakan publik GREAT Institute"_We wiil bring the greatest good for the greatest many_, kami akan menyediakan yang terbaik untuk yang terbanyak" demikian ucap Prabowo dalam pidatonya di depan Chairman of New Development Bank Dilma Rousseff, Presiden Vladimir Putin, Wakil Perdana Menteri Cina dan perwakilan Afrika Selatan serta negara lainnya dalam Saint Petersburg International Economic Forum (SPIEF), Jumat (20/6/2025). Dalam forum yang dipilih Prabowo untuk ia hadiri karena mengundang lebih dahulu sehingga undangan KTT G-7 tidak ia ikuti, Prabowo sampai dua kali mengatakan peranan pemerintah yang seharusnya melindungi rakyat dari kelaparan, kemiskinan dan kelemahan posisi struktural dalam ekonomi.Kebetulan sekali lembaga riset GREAT Institute yang dipimpin Syahganda Nainggolan sedang mengadakan GREAT Lecture bertajuk 'Prabowonomics dan Tantangan Terbesar di Era Perang Global' dengan pembicara antara lain Fuad Bawazier yang merupakan Komisaris Utama PT MIND ID yang merupakan holding BUMN pertambangan, dengan penanggap Ketua Umum SPSI Jumhur Hidayat, Bupati Lahat Bursah Zarnubi, Anggota DPR-RI Musa Rajeckshah, Ketua IAP DKI Jakarta Adhamaski Pangeran serta dihadiri berbagai tokoh antara lain Helmy Fauzi, Dian Fatwa, Zarmansyah, Rauf Purnama, Rizal Darmaputera, Adhie Massardi dan Hatta Taliwang.
Prabowonomics itu sendiri dijelaskan berulang kali dalam berbagai kampanye yang dilakukan Prabowo, setidaknya sejak ia berduet dengan Megawati sebagai Calon Wapres. Berulang kali Prabowo menjelaskan apa peranan yang seharusnya dijalankan Pemerintah yaitu melindungi rakyat dari kelaparan, kemiskinan dan kesengsaraan akibat perubahan lingkungan. Berulang kali juga Prabowo memaparkan program prioritasnya yang bertujuan mewujudkan swasembada pangan, swasembada energi, peningkatan pendidikan agar masyarakat memiliki daya saing, serta percepatan laju industrialisasi.Di depan Putin, Rousseff dan lain-lain, Prabowo juga menyampaikan bahwa teori pertumbuhan akan menetes ke bawah (_trickle down_) tidak pernah terjadi. Ini sebenarnya ironi mengingat teori pertumbuhan akan menetes ke bawah menjadi pemerataan adalah keyakinan yang dianut Widjojo Nitisastro dan kawan-kawan, arsitek ekonomi Orde Baru yang notabene adalah murid-murid ayah Prabowo sendiri, Soemitro Djojohadikusumo. Soemitro sendiri berulang kali mengkritik keras kebijakan Widjojonomics yang hanya bertumpu pada pertumbuhan melalui investasi dan transfer teknologi dari asing, tanpa peningkatan kapasitas rakyat untuk mengadopsi teknologi dan pemerataan akses modal untuk rakyat melalui koperasi agar demokrasi ekonomi tercapai. Dengan kata lain, Soemitro menggariskan bahwa seharusnya pertumbuhan ekonomi dicapai untuk pemerataan pembangunan.Namun, jika kita melihat program-program unggulan Prabowo seperti makan siang gratis, koperasi desa merah putih, sekolah rakyat, layanan kesehatan dan pendidikan gratis, pendekatan ekonomi yang dilakukannya cukup berbeda dengan pikiran ekonomi ayahnya. Jika Soemitronomics adalah pertumbuhan untuk pemerataan (_growth with equity_), maka Prabowonomics sebenarnya adalah pendekatan lanjutan berupa pemerataan untuk pertumbuhan (_growth through equity_).
Karena berbeda dan di luar _textbook thingking_, tentu saja program-program Prabowo yang sebenarnya merupakan manifestasi dari Pasal 33 UUD 1945 yang dijelaskan Syahganda, Fuad Bawazier dan kawan-kawan dalam GREAT Lecture tersebut, mendapatkan penolakan dari sebagian masyarakat. Bagaimana tidak ditolak jika pendekatan Prabowonomics sangat berlainan dari dalil-dalil ekonom klasik maupun Keynesian. Prabowo sendiri mengklaim bahwa program-program untuk melindungi masyarakat tersebut pada dasarnya ditujukan untuk pertumbuhan ekonomi, angka targetnya sudah konkret yakni 8 persen.Pasal 33 dalam pikiran Prabowo merupakan tafsir klasik para politisi yang menginginkan kembali berlakunya UUD 1945 sebelum diamandemen, yaitu jalan tengah antara kapitalisme dan sosialisme. Kreatifitas dan inovasi dalam kapitalisme diambil sebagai kebaikan yang dipadukan dengan ide-ide pemerataan dan keadilan sebagai kebaikan dari sosialisme. Baginya, sosialisme murni adalah utopia sementara kapitalisme murni ibarat menanam, menumbuhkan dan memanen buah yang hanya dinikmati 1 persen masyarakat terkaya dalam suatu bangsa.Apakah pikiran Prabowo ini relevan dengan situasi global yang menuju ekonomi perang? Dunia hari ini adalah perubahan situasi unipolarisme menjadi multilateralisme, bahkan menurut Mearsheimer menuju anarkisme global di mana tatanan dunia sedang mengalami pembaharuan atau bahkan perubahan yang saksama dalam tempo sesingkat-singkatnya. Sikap Prabowo adalah nonblok, tetap berjalan di koridor tengah, berupaya merekatkan perkawanan di tengah dunia yang sedang mengalami kekacauan menuju tatanan baru. Apakah strategi Prabowo yang didasarkan pada kepentingan negara ini tepat?Tentu, hanya waktu yang bisa menjawabnya, karena Prabowo sebagai Presiden tidak akan bisa menjawab itu sendirian sekarang. Kemampuan Prabowo untuk menjawab itu tidak cukup hanya dengan barisan menteri dengan kapasitas mumpuni, koalisi intraparlementer yang kuat, dan kesolidan aparatur negara dalam mengimplementasikan kebijakan negara tetapi perlu didukung oleh barisan aparatur negara ideologis yang berada di barisan _civil society_.
Barisan _ideological state apparatus_ dalam Rezim Prabowo-lah yang akan mampu merumuskan pertanyaan dan jawaban ekonomi modern yaitu _what is the greatest good_, _how to distribute the greatest good_, dan _for whom is the greatest good_. Persoalannya, waktu berjalan terus dan Rezim Prabowo sebaiknya mengambil pilihan yang tepat dalam situasi yang mendesak di tengah peperangan global yang sedang berlangsung.rel