HALOMEDAN.COM |
KEDAULATAN PANGAN: JALAN LURUS MENUJU KEMANDIRIAN BANGSA
Oleh : KH. Akhmad Khambali,SE,MMKetua Umum Gema Santri Nusa - Pengasuh Ponpes Wirausaha Ahlul KiromPangan adalah urat nadi kehidupan bangsa. Ia bukan sekadar untuk mengenyangkan perut, tetapi juga menentukan sehat atau sakitnya generasi, serta kuat atau rapuhnya sebuah negara. Dalam sejarah, banyak peradaban besar runtuh bukan karena kalah di medan perang, tetapi karena gagal menjaga cadangan pangan dan memastikan rakyatnya tidak kelaparan.Indonesia, negeri dengan tanah subur, laut luas, dan kekayaan hayati melimpah, semestinya menjadi bangsa yang berdikari dalam pangan. Namun kenyataan berbicara lain: sebagian besar kebutuhan pangan pokok—beras, kedelai, gula, gandum—masih bergantung pada impor.
Krisis pangan global akibat pandemi COVID-19, perang Rusia–Ukraina, dan gejolak iklim membuktikan rapuhnya sistem pangan kita. Harga beras melonjak, kedelai mahal, gula langka, dan di wilayah timur harga pangan bisa 3–5 kali lipat dari Jawa. Di balik angka ini, ada anak-anak yang tumbuh tanpa gizi cukup, petani yang kehilangan lahannya, dan keluarga yang terjebak dalam kemiskinan struktural.Kedaulatan Pangan: Amanah Agama & KonstitusiDalam Islam, pangan bukan sekadar komoditas, tetapi amanah dan bagian dari ibadah. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam QS. Al-MÄidah: 88: "Makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah…"Prinsip halal dan thayyib mengandung pesan strategis: pangan harus dikuasai umat, bukan dikendalikan asing atau segelintir korporasi. Mandat ini sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: "Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."
Masalah Strategis yang Kita HadapiDari hulu hingga hilir, ada tiga masalah utama:1. Ketergantungan Impor • Tahun 2024, impor kedelai mencapai 2,68 juta ton, naik 17,7% dari tahun sebelumnya.
• Impor beras mencapai 4,52 juta ton, tertinggi dalam 20 tahun terakhir. • Gula, gandum, bawang putih, daging sapi sebagian besar masih impor.2. Distribusi yang Tidak Merata • Wilayah timur seperti Papua dan NTT mengalami harga pangan hingga 5 kali lipat dari Jawa.
• Infrastruktur logistik terbatas membuat surplus di Jawa tidak otomatis mengalir ke wilayah lain.3. Harga Pangan yang Tidak Stabil • Inflasi pangan menyumbang ±40–50% inflasi nasional. • Lonjakan harga beras, telur, dan daging sering terjadi karena gejolak global atau distribusi yang terganggu.
Akar Masalah yang MengikatMengapa masalah ini sulit dipecahkan? • Lahan menyusut: ±102.000 ha lahan pertanian hilang tiap tahun karena alih fungsi. • Kebijakan terfragmentasi: Kementerian terkait tidak berjalan dalam satu arah strategi.
• Petani semakin tua: Rata-rata umur petani di atas 50 tahun, regenerasi minim, daya saing lemah, akses modal dan teknologi terbatas.Ketiga masalah ini membentuk lingkaran setan: *lahan berkurang → produksi turun → impor naik → petani makin tertekan → regenerasi berhenti.Dampak Langsung ke Masyarakat & Bangsa • Kerentanan Bangsa: Saat pasokan global terganggu, harga pangan melonjak, daya beli rakyat jatuh, stabilitas sosial terguncang.
• Kelaparan Terselubung: 8,53% penduduk (±23 juta jiwa) mengalami kekurangan gizi, terkonsentrasi di wilayah 3TP. • Hilangnya Kedaulatan Ekonomi Umat: Rantai nilai pangan dikuasai korporasi besar; petani hanya jadi penonton, harga ditentukan dari luar.Jalan Keluar Menuju Kedaulatan Pangan1. Revitalisasi Produksi Lokal
• Intensifikasi & ekstensifikasi lahan. • Modernisasi irigasi & alat pertanian • Benih unggul lokal & pupuk organik.2. Diversifikasi Pangan
• Dorong konsumsi jagung, singkong, sagu, ubi, sorgum. • Bangun industri pengolahan UMKM umat.3. Pendidikan & Teknologi Petani • Sekolah lapang agribisnis untuk generasi muda.
• Pertanian presisi & e-commerce hasil tani.4. Peta Jalan Nasional • Jangka pendek: Lindungi lahan pangan, kurangi impor 10–15%. • Jangka menengah: Produktivitas naik ≥20%, impor berkurang 30%.
• Jangka panjang: Mandiri penuh pangan strategis, ekspor produk olahan lokal.Penutup yang Mengajak BergerakKedaulatan pangan adalah pilar kemandirian bangsa. Ia bukan sekadar swasembada, tapi kemerdekaan menentukan masa depan sendiri. Jika kita abai, generasi mendatang akan hidup di negeri subur namun bergantung pada pangan impor. Jika kita peduli, kita akan dikenang sebagai generasi yang mengembalikan pangan ke pangkuan rakyat dan mengembalikan martabat bangsa di hadapan dunia.Mari jadikan ini gerakan kolektif: dari ladang hingga meja makan, dari desa hingga istana, dari petani hingga pembuat kebijakan. Karena masa depan bangsa dimulai dari apa yang kita tanam, kita panen, dan kita makan hari ini.red